Recommend this Page to a Friend                                                            
Poliomielitis (Polio)
Dari Wikipedia

Poliomielitis (polio) adalah penyakit paralisis (lumpuh) yang disebabkan virus polio. Virus penyebab polio, poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus polio dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Etimologi

Kata polio berasal dari bahasa Yunani atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari “abu-abu” dan “bercak”.

Sejarah

Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf, menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menyerang anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membolehkan anak mereka keluar rumah. Gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.


Virus Polio

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus polio menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus polio terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.

Polio dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Poliovirus menular melalui kontak antar manusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita polio tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang mengidap polio. Virus polio masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terinfeksi polio, virus polio akan keluar melalui feses penderita polio selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus polio.


Jenis Polio

Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

Polio paralisis spinal

Strain poliovirus paralisis spinal menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu dari 200 penderita polio paralisis spinal akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus polio akan diserap pembuluh darah kapiler pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Virus polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Pada penderita polio paralisis spinal yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus polio biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi polio akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus polio dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan saraf motorik. Saraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

Polio bulbar

Polio bulbar disebabkan tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang polio. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka gagal bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita polio bulbar juga dapat meninggal karena kerusakan fungsi menelan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakeostomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Iron lung membantu paru-paru lemah dengan menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio bulbar harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak permanen. Penderita polio yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh mendekati normal.


Anak-anak dan Polio

Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah dengan sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi polio saat balita sangat membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom post-polio.

Vaksin efektif pertama

Vaksin efektif polio pertama dikembangkan Jonas Salk. Salk menolak mematenkan vaksin polio karena menurutnya, vaksin polio milik semua orang seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk inokulasi masal adalah vaksin polio yang dikembangkan Albert Sabin. Inokulasi pencegahan polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pittsburgh, Pennsylvania pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada tahun 1979.

Usaha pemberantasan polio

Pada tahun 1938, Presiden Roosevelt mendirikan Yayasan Nasional Bagi Kelumpuhan Anak-Anak, yang bertujuan menemukan pencegah polio, dan merawat mereka yang sudah terkena polio. Yayasan itu membentuk March of Dimes. Ibu-ibu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, anak-anak membantu melakukan sesuatu untuk orang lain, bioskop memasang iklan, semuanya bertujuan minta bantuan satu dime, atau sepuluh sen. Dana yang masuk waktu itu digunakan untuk membiayai penelitian dokter Jonas Salk yang menghasilkan vaksin efektif polio pertama. Tahun 1952, di Amerika terdapat 58 ribu kasus polio. Tahun 1955 vaksin polio Salk mulai digunakan. Tahun 1963, setelah puluhan juta anak divaksin polio, di Amerika hanya ada 396 kasus polio.

Pada tahun 1955, Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan bahwa Amerika akan mengajarkan kepada negara-negara lain cara membuat vaksin polio. Informasi ini diberikan secara gratis kepada 75 negara, termasuk Uni Soviet.

Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000 polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit polio masih terus berjangkit karena pemerintah Nigeria mencurigai vaksin polio dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO melakukan vaksinasi polio lagi, setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio.

Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita polio berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita polio, India 129, dan Sudan 112.

Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah polio di Nigeria. Virus polio diduga terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya.