Recommend this Page to a Friend                                                            
Rabies
Dari Wikipedia

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan virus rabies. Virus rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan, misalnya anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

Etimologi

Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas (artinya melakukan kekerasan atau kejahatan). Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau Lytaa (artinya kegilaan). Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut, yang berasal dari bahasa Indojerman Dhvar (artinya merusak) dan wut (artinya marah). Dalam bahasa Perancis, rabies disebut rage, berasal dari kata robere (artinya menjadi gila).

Sejarah

Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit menyerupai rabies.

Aristotle, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22:

“.... anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi agresif, dan semua binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama.”

Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi, menjelaskan sifat infeksi pada air liur anjing rabies. Para penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun (kata Latin bagi virus). Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm). Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, sampai akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi rabies di tahun 1885. Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958 yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan.


Penyebab

Rabies disebabkan virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus rabies hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara rabies bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon Lotor) dan sigung (Memphitis Memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes Vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies tinggi. Hewan perantara rabies menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi rabies juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara rabies pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus rabies akan masuk melalui saraf-saraf menuju sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus rabies akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ganas ataupun rabies jinak/tenang. Pada rabies buas/ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena sama sekali tidak ditemukan adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.


Manifestasi Klinis

Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30–50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus rabies hingga munculnya penyakit adalah 10–14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan gigitan anjing, luka yang memiliki risiko rabies tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rabies rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.

Gejala penyakit rabies meliputi 4 stadium:


Stadium prodromal

Dalam stadium prodromal sakit yang timbul pada penderita rabies tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya, yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening, dan lain sebagainya.

Stadium sensoris

Dalam stadium sensoris penderita rabies umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.

Stadium eksitasi

Pada stadium eksitasi penderita rabies menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia pada penderita rabies terutama karena rasa sakit luar biasa saat berusaha menelan air.

Stadium paralitik

Pada stadium paralitik, penderita rabies menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit rabies cukup cepat, maka umumnya keempat stadium rabies di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala rabies yang tampak jelas pada penderita di antaranya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, cahaya, dan suara keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gejala yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.


Diagnosis

Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang akurat 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/dFAT) pada jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji dFAT ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi rabies. Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita rabies, walaupun tidak memberikan keakuratan 100%. Selain itu, diagnosis rabies dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi rabies meninggal.

Penanganan

Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin, sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk rabies. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala rabies pertama.

Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar), segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10–15 menit, lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin.

Orang-orang yang belum diimunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari, diberikan 5 kali suntikan vaksin rabies. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke-3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin rabies.


Pencegahan

Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak, dapat mematikan (letal).

Langkah-langkah mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus rabies atau segera setelah terkena gigitan. Sebagai contoh, vaksinasi rabies bisa diberikan kepada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus rabies, yaitu:
  • Dokter hewan.
  • Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi rabies.
  • Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan.
  • Para penjelajah gua kelelawar.
Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu, kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi rabies setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan, seperti anjing, juga merupakan salah satu cara pencegahan rabies yang harus diperhatikan.